Kita sudah sering menyaksikan tanda-tanda kebesaran Allah. Sudah berapa kali kita mendapatkan teguran dari Allah, melalui musibah, penyakit dan lainnya? Begitu juga, betapa banyak kita telah membaca ayat-ayat Allah?
Akan tetapi, mengapa hati kita tidak tergetarkan oleh itu semua? Bahkan kita tetap merasa tidak terpanggil untuk kembali kepada Allah. Tidakkah kita berpikir walau hanya sejenak, mengapa hati kita sedemikian keras? Mengapa jiwa kita sedemikian kaku? Bukankah Allah Ta'ala telah berfirman, yang artinya: Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Rabbnya (sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata. Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik, (yaitu) Al-Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang. Gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Rabb-nya, kemudian menjadi lunak/tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Ia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorangpun yang dapat memberinya petunjuk. (Qs az-Zumar/39:22-23).
Ibnu Katsir rahimahullah berkata: Inilah kriteria orang-orang yang baik ketika mendengar firman Allah Yang Maha Perkasa, Maha Menguasai, Maha Mulia lagi Maha Pengampun. Ini terjadi karena mereka dapat memahami berbagai janji dan ancaman yang terkandung di dalamnya. Kulit mereka menjadi tergetar, karena merasa takut.¨1
Bukan hanya itu, kita juga sering kali mudah merasa tergoda dan terjerumus ke dalam kubangan maksiat. Seakan-akan, kita tak kuasa menahan diri darinya. Sampai-sampai kita sering berkata, berat bagi saya untuk meninggalkan pacaran, melirik wanita, merokok, makan riba, dan seterusnya.
Tahukah, wahai saudaraku, bahwa ini semua karena pengaruh dari jiwa kita yang telah kaku dan dipenuhi noda-noda?! Pada suatu hari, ada seorang pemuda datang menghadap Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam. Spontan ia berkata: "Wahai Rasulullah, izinkanlah aku untuk berzina" Mendengar permintaan pemuda ini, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersikap arif, tidak berang ataupun murka. Beliau Shallallahu 'alaihi wa Sallam menjelaskan kepadanya tentang kedudukan zina, selanjutnya beliau Shallallahu 'alaihi wa Sallam meletakkan tangannya di dada pemuda itu dan berdoa:
"Ya Allah, ampunilah dosanya, sucikanlah hatinya, dan jagalah kemaluannya," maka setelah itu, pemuda tersebut tidak pernah menoleh ke sesuatu hal (tidak pernah memiliki keinginan untuk berbuat serong). (Riwayat Ahmad, ath-Thabrani, al-Baihaq, dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani).
Dari riwayat ini, kita dapat menyimpulkan, yang membuat pemuda itu berpikiran dan berkeinginan buruk, ialah karena hatinya yang kurang suci. Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam mendoakan agar Allah melimpahkan kepadanya kesucian dalam hatinya. Ini menunjukkan, betapa besar peranan hati yang suci bagi keistiqamahan seseorang. Sedemikian pentingnya kesucian jiwa, hingga Rasullullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam merasa perlu untuk mengajarkan kepada para sahabat agar berdoa memohon kesucian jiwa kepada Allah Ta'ala:
Ya Allah, limpahkanlah kepada jiwaku ketakwaan dan sucikanlah, sesungguhnya Engkau adalah sebaikbaik Dzat yang mensucikan jiwa. (Riwayat Muslim, dan lainnya).
Syaikh as-Sa'di berkata: Kesucian jiwa merupakan sarana demi tercapainya segala kebaikan; sebagaimana jiwa yang suci, ia merupakan penyeru terbesar kepada setiap ucapan yang baik dan amalan yang benar.2 Oleh karena itu, tidak mengherankan bila Allah Ta'ala berfirman tentang ahlul kitab dan orang-orang munafik, yang artinya: ...Mereka itulah orang-orang yang Allah tidak hendak mensucikan hati mereka. Bagi mereka kehinaan di dunia dan bagi mereka di akhirat siksa yang besar. (Qs. al-Maidah/5:41).
Berangkat dari ini semua, saya mengajak saudaraku seiman dan seakidah untuk bersama-sama berjuang menggapai kesucian jiwa. Dan di antara salah satu metode yang sangat efektif untuk mensucikan jiwa, ialah dengan berwudhu.
Wudhu merupakan ibadah yang sangat agung, bukan hanya mensucikan dari najis atau hadats saja, tetapi juga dapat mensucikan jiwa. Agar wudhu dapat berperan secara benar dalam mensucikan jiwa, maka ada beberapa hal yang harus kita perhatikan.
Pertama. Sebelum Berwudhu Bersihkan Jiwa dari Noda Syirik dan Kemunafikan.
Dosa syirik, baik syirik akbar (besar) maupun asghar (kecil), keduanya merupakan noda besar yang mengotori jiwa manusia. Tidak ada yang dapat membersihkan noda syirik dan kemunafikan selain tauhid (mengesakan Allah) dan ikhlas dalam beramal, termasuk ketika berwudhu.
Apa manfaat berwudhu, bila ternyata batin ternoda najis yang berupa syirik, riya, sum'ah, 'ujub ataupun kemunafikan? Walaupun berwudhu berkali-kali, akan tetapi, bila noda syirik tetap melekat dalam jiwa, maka kita tidak akan pernah suci. Oleh karena itu, tidak mengherankan bila Allah Ta'ala mengharamkan orang-orang yang berjiwa najis (orang-orang musyrik) untuk memasuki kota Mekkah. Firman Allah, yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis, maka janganlah mereka mendekati Masjidil-Haram sesudah tahun ini. (Qs. at-Taubah/9:28).
Ibnu Katsir rahimahullah berkata: "Allah Ta'ala memerintahkan hamba-hamba-Nya yang beriman dan yang suci agama dan lahirnya, untuk mengusir orang-orang musyrikin yang agamanya najis dari Masjidil-Haram, agar mereka tidak mendekatinya setelah diturunkannya ayat ini".3
Oleh karena itu, sebelum berwudhu, hendaklah kita menata kembali jiwa dan niat, sehingga kita dapat menggapai dua kesucian sekaligus. Yaitu kesucian jiwa dan raga.
Kedua. Wudhu Membebaskan Kita dari Cengkeraman Setan.
Dengan segala upayanya, setan senantiasa berusaha menodai dan menguasai jiwa kita agar tunduk kepada setiap bisikannya. Dia selalu mengincar kesempatan untuk dapat sampai kepada hati kita.
Oleh karena itu, ketika kita sedang tidur, setan bergegas mencari celah agar dapat menguasai jiwa kita. Di antaranya dengan mengikatkan tiga ikatan pada kepala kita, agar tetap terlelap tidur dan tidak mudah terjaga ketika dikumandangkan seruan untuk shalat. Sebagaimana setan juga bersiaga dengan bermalam di dalam hidung kita, menunggu kesempatan untuk dapat masuk ke dalam hati kita.
Di antara metode yang diajarkan Islam untuk menghadapi makar setan ini, ialah dengan berwudhu. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam mengingatkan kita, yang artinya: Setan senantiasa mengikatkan tiga ikatan di pangkal kepala kalian, bila ia sedang tidur. Setan menepuk pada setiap ikatan, sambil berkata: "Malam masih panjang, maka tidurlah". Bila ia terjaga lalu berdzikir kepada Allah, maka satu ikatan akan terurai. Bila ia berwudhu, maka satu ikatan lagi akan terurai. Bila ia shalat, maka satu ikatan lagi akan terurai; sehingga pada pagi itu, ia akan menjadi bersemangat (energik) dan berjiwa baik; dan bila ia tidak melakukan hal itu, maka jiwanya menjadi buruk dan pemalas. (Muttafaqun 'alaih).
Pada hadits lain Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda:
Bila salah seorang dari kalian terjaga dari tidurnya, maka hendaknya ia memasukkan air ke dalam hidungnya lalu ia mengeluarkannya kembali, karena sesungguhnya setan bermalam di dalam hidungnya. (Muttafaqun 'alaih).
Al-Qadhi 'Iyadh berkata: 'Yang dimaksud dengan sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam sesungguhnya setan bermalam di dalam hidungnya', bisa saja benar-benar setan berada dalam hidungnya; karena hidung merupakan salah satu lubang badan yang dapat menghubungkan ke hati kita, terlebih tidak ada lubang badan yang tidak bertutup selain hidung dan kedua telinga. Dan dalam hadits disebutkan, setan tidak dapat membuka sesuatu yang tertutup, sebagaimana kita diperintahkan untuk menahan (mulut agar tidak terbuka) ketika menguap, untuk mencegah masuknya setan melalui mulut kita.4
Ketiga. Wudhu Dapat Membersihkan Dosa.
Dosa dan khilaf, sesuatu hal yang sering kita lakukan. Akan tetapi, yang jarang kita lakukan ialah menyesali dan bertaubat dari kekhilafan tersebut. Setiap perbuatan dosa, baik besar maupun kecil, ia merupakan noda yang mengotori jiwa. Bila kita terusmenerus melakukan dosa dan tidak bertaubat, lambat lahun jiwa kita akan mati. Bila jiwa seseorang telah mati -na'uzubillah min dzalik- maka ia tidak akan dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk.
"Sesunggunya bila seorang mukmin melakukan suatu dosa, maka dosa itu menjadi satu titik hitam di hatinya. Bila ia bertaubat, berhenti dan beristrighfar, maka hatinya akan kembali cemerlang. Akan tetapi bila ia mengulang kembali, maka hatinya akan berkerak, hingga (suatu saat hatinya akan tetutup dengannya. Itulah yang Allah 'Azza wa Jalla sebutkan dalam kitab- Nya: 'Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu telah menutup hati mereka'" (Riwayat Ahmad, at-Tirmidzi, al-Hakim, al- Baihaqi, dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani).
Demikian halnya dengan dosa-dosa yang sering kita lakukan, dan demikian pula peranan taubat dan istighfar dalam menjaga kesucian jiwa. Dan ternyata, bukan hanya istighfar saja yang dapat menjaga kebersihan jiwa kita dari noda dosa. Ada banyak hal yang dapat berfungsi membersihkan jiwa kita dari noda-noda kemaksiatan, di antaranya ialah wudhu.
Tidaklah seseorang dari kalian yang mengambil air wudhunya, kemudian ia berkumur-kumur, memasukkan air ke hidung lalu mengeluarkannya kembali, melainkan dosa-dosa wajah, mulut dan hidungnya akan berguguran bersama. Kemudian bila ia membasuh wajahnya sebagaimana yang Allah perintahkan, maka dosa-dosa wajahnya akan berguguran melalui ujung jenggotnya bersama tetesan air. Kemudian bila ia membasuh kedua tangan hingga kedua sikunya, maka kesalahan tangannya akan berguguran melalui ujung jemarinya bersama tetesan air. Kemudian bila ia mengusap kepalanya, maka kesalahan kepalanya akan berguguran melalui ujung rambutnya bersama tetesan air. Kemudian bila ia membasuh kedua kaki hingga kedua mata kakinya, maka dosa kakinya akan berguguran melalui ujung jemari kakinya bersama tetesan air. Lalu bila ia bangun dan shalat, dan ketika shalat ia memuji Allah, menyanjung, dan mengagungkan-Nya dengan pujian yang sesuai dengan Allah, serta ia penuhi seluruh hatinya hanya untuk Allah (khusyu'), melainkan ia akan terbebas dari dosanya, seperti tatkala ia dilahirkan oleh ibunya. (Riwayat Muslim).
Demikian, peranan wudhu dalam membersihkan noda-noda kemaksiatan yang dapat mengotori jiwa kita. Andai ketika hendak berwudhu, kita terlebih dahulu bertaubat dari segala dosa, niscaya peranan wudhu dalam membersihkan jiwa akan lebih sempurna.
Keempat. Berkesempatan Minum dari Telaga Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam.
Masing-masing kita, pasti mendambakan bisa mendapatkan syafa'at Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa Sallam dan berkesempatan minum dari telaga beliau. Dan pada saat itu, Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam tidak akan mengizinkan kepada selain umatnya minum dari telaga tersebut. Ini merupakan suatu kebanggaan bagi umat Islam.
Pernahkan kita berpikir, bagaimanakah caranya agar dapat dikenal oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam, sehingga diizinkan oleh beliau minum dari telaganya? Padahal seluruh manusia dan jin dari zaman Nabi Adam 'Alaihisallam hingga manusia terakhir dikumpulkan di tempat yang sama?
Tidakkah kita ingin mengetahui caranya agar dapat dikenal oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam? Bila kita benar-benar menginginkannya, maka perhatikanlah sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam berikut.
"Sesungguhnya telagaku lebih luas dibanding jarak antara Ailah (terletak di perbatasan antara Mesir dengan Syam/Palestina) dengan kota 'Adn (Yaman). Telagaku lebih putih dibanding salju, lebih manis dibanding madu yang dicampur dengan susu. Bejananya lebih banyak dibanding jumlahnya bintang. Dan aku akan menghalang-halangi orang lain, layaknya seseorang yang menghalang-halangi onta orang lain (agar tidak minum) dari telaganya". Para sahabat bertanya: "Wahai Rasulullah, apakah kala itu engkau dapat mengenali kami?" Beliau menjawab: "Ya, kalian memiliki tanda yang tidak dimiliki oleh siapapun dari umat-umat lain. Kalian datang kepadaku dalam keadaan dahi, kedua tangan dan kedua kaki kalian bercahaya karena bekas berwudhu". (Riwayat Muslim).
Kelima. Tinggikan Derajat Anda Dengan Berwudhu.
Orang-orang yang mendapatkan kedudukan tinggi di sisi Allah, merupakan orang-orang yang telah berhasil merealisasikan iman dalam jiwa dan raganya. Sehingga, tidaklah ia berperilaku dan bertutur kata melainkan dengan hal-hal yang diridlai Allah. Dan semua itu merupakan cerminan dari kesucian jiwanya. Allah berfirman, yang artinya: Sesungguhnya barang siapa datang kepada Rabbnya dalam keadaan beriman lagi sungguh-sungguh telah beramal shalih, maka mereka itu orang-orang yang memperoleh derajat-derajat yang tinggi (mulia). (Yaitu) surga 'Aden, yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Dan itu adalah balasan bagi orang-orang yang telah mensucikan dirinya (dari kekafiran dan kemaksiatan). (Qs. Thaha/20:75-76).
Bila membaca ayat ini, niscaya harapan kita kian menyala untuk dapat menggapai kedudukan yang tinggi dan mulia di sisi Allah, yaitu berupa surga 'Adn, tempat tinggal orangorang yang telah mensucikan diri.
Saudaraku, wudhu dapat menghantarkan kita kepada derajat yang tinggi nan mulia di sisi Allah. Disebutkan dalam sebuah hadits:
Dari Sahabat Abu Hurairah radhiallahu'anhu , bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sudikah kalian aku tunjukkan kepada suatu hal, yang dengannya Allah akan menghapuskan dosa-dosa dan meninggikan derajat?" Spontan para sahabat menjawab: "Tentu, ya Rasulullah" Rasulullah bersabda: "Menyempurnakan wudhu walau dalam keadaan susah (karena dingin, atau panas atau sakit atau lainnya,Pen.), banyak melangkahkan kaki ke masjid, menantikan (datangnya waktu shalat) selepas menunaikan shalat, maka itu adalah berjaga-jaga (di jalan Allah)". (Riwayat Muslim).
Bila kita telah memahami kelima kiat di atas, mungkin kita akan lebih mudah untuk memahami sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam berikut: "Barang siapa yang berwudhu, dan ia menyempurnakan wudhunya, lalu ia berdoa: 'Saya bersaksi bahwa tiada sesembahan yang layak untuk diibadahi selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertaubat dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bersuci' niscaya akan dibukakan untuknya kedelapan pintu surga (semuanya), dan ia dipersilahkan untuk masuk dari pintu manupun yang ia kehendaki". (Riwayat at-Tirmidzi, dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani).
Al-Mubarakfuri berkata: "Dikarenakan taubat itu adalah kesucian batin dari noda-noda dosa, sedangkan wudhu adalah kesucian lahir dari hadats-hadats yang menghalangi seseorang dari mendekatkan dirinya kepada Allah Ta'ala, maka sangat tepat bila orang yang berwudhu menggabungkan keduanya dalam doa".5
Saudaraku seiman dan seakidah! Andai setiap berwudhu, kita menghadirkan berbagai hikmah dan pelajaran agung di atas, niscaya atas izin Allah- kesucian jiwa akan mudah kita gapai. Cobalah saudaraku, bila anda hendak berwudhu untuk sholat atau lainnya, hadirkanlah hikmah-hikmah di atas ke dalam niat (batin), agar anda dapat merasakan betapa indahnya kesucian jiwa.
Semoga, uraian singkat ini bermanfaat bagi saya dan anda, dan semoga Allah senantiasa melimpahkan taufiq-Nya kepada kita, sehingga kita dapat mensucikan jiwa yang penuh dengan noda dosa dan maksiat. Wallahu a'lam bishshawab.
1 Tafsir Ibnu Katsir, 4/51-52.
2 Tafsir as-Sa’di, 231.
3 Tafsir Ibnu Katsir, 2/347.
4 Syarah Shahih Muslim, oleh Imam an-Nawawi, 3/127.
5 Tuhfatul-Ahwazi, oleh al-Mubarukfuri, 1/150.
0 komentar:
Posting Komentar