BAHASA NOVEL
A. LATAR BELAKANG
Dalam dunia pendidikan baik di tingkatan SMP , SMA, tidak asing lagi apa yang dinamakan novel bahkan kadang kala bagi anak yang kreatif, setingkat SD pun mereka sudah bisa atau mengetahui bagaimana cara mengaplikasikan novel tersebut. Karena dengan adanya perkembangan zaman yang semakin pesat, mungkin dengan adanya anak terlalu sering menonton televisi sehingga mereka tahu bagaimana cara mengolah pikirannya untuk berkarya seperti novel itu sendiri. Dengan adanya proses bagaimana cara penulisan serta pengaplikasian dalam novelini ada beberapa hal yang harus diperhatikan pada seseorang misalnya: dalam mengolah bahasa supaya kelihatan menarik, penataan kata-kata sehingga tersusun dengan baik dan benar menurut bahasa Indonesia yang benar, caya penbacaan (pengucapan) dsb.[1]
B. RUMUSAN MASALAH
Dari latar belakang yang telah pemakalah ungkapkan diatas, pemakalah dapat menarik rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian novel itu ?
2. Lankah-langkah apa yang perlu diperhatikan dalam pembuatan novel ?
3. Bagaimana cara menerapkan dan membaca novelyang benar dan menarik?
C. PEMBAHASAN
1. Pengertian Novel
Tidak asing, bahkan menurut pemakalah pengertian novelini sudah memasyarakat bahkan mungkin anak seusia SD pun banyak yang sudah tau apa yang dinamakan novel. Ada seseorang yang membedakan antara noveldan komik tetapi hal itu tidak terlalu bisa di buat untuk dijadikan sebagai acuan mana yang noveldan mana yang komik, sebenarnya noveldan komik mempunyai kedudukan yang sama hanya saja dalam pemaparan yang mungkin berbeda sehingga dapat mudah untuk membedakan mana yang noveldan mana yang komik. Noveladalah serita pendek yang diungkapkan dalam bentuk tulisan dan dapat dipahami alur cerita yang terdapat dalam novelitu sendiri sehingga si pembaca dapat paham apa isi dan maksud yang ada dalam novelitu sendiri walaupun kadang hanya sedikit dan singkat, namun yang menjadi acuan dalam novelini adalah dari isi dan maksud yang telah diungkapkan dalam bentuk tulisan tersebut.[2]
Disisi lain novel ada yang mengatakan bahwa noveltidak selamanya berbentuk tulisan namun bisa juga berbentuk ucapan bagi yang sudah terbiasa cerita, baik itu dengan temen, saudara, anak, dll. Karena noveltidak selamanya hanya terpaku dalam bentuk tertulis melainkan dapat juga berbentuk ucapan secara langsung.
2. Langkah-langkah Dalam Pembuatan Novel
Beberapa hal yang eprlu diperhatikan dalam membuat noveldiantaranya :
a. Menyesuaikan bahasa dengan isi dan maksud novel
b. Memilih bahasa yang menarik
c. Desain urutan dalampembuatan novelsehingga pembaca tidak bosan
d. Penataan titik, koma, dll. yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang benar[3]
3. Penerapan dan Pembacaan Novel Yang Benar dan Menarik
Dalam penerapan dan pembacaan novelsehingga kelihatan menarik dan tidak membosankan perlu adanya keseriusan dalam membaca dan meresapi apa yang telah diungkapkan dalam isi dan maksud noveltersebut sehingga si pembaca benar-benar tahu dan menguasai cara pembacaan dan penghayatan isi noveltersebut,[4] seperti contoh novelsebagai berikut :
ANTARA CINTA DAN CITA-CITA
Ujian akhir tinggal menghitung hari,, semua siswi kelas tiga sudah mulai sibuk mempersiapkan diri menghadapi ujian akhir. Rasa cemas campur deg-degan sudah mulai muncul, bagaimana tidak, hasil belajar selama 3 tahun ditentukan hanya dalam waktu enam jam, ditambah lagi standart nilai yang setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan membuat kami harus extra belajar dengan keras. Berbagai pengayaan dan les-les diselenggarakan pihak sekolah untuk memantapkan persiapan ujian akhir agar semua siswa-siswi kelas tiga dapat lulus semua.
Akhirnya hari selasa sudah tiba, pagi-pagi sekali aku sudah mandi, walaupun rasanya masih ngantuk, karena semalam aku belajar sampai tengah malam. Siswa-siswi sudah siap berkumpul di halaman sekolah untuk mengikuti upacara yang dipimpin oleh kepala sekolah. Berbagai peraturan dan tata tertib dalam mengikuti ujian akhir dijelaskan oleh kepala sekolah agar peserta ujian akhir dapat mengerjakan soal dengan lancar, tertib dan tenang.
Setelah upacara selesai, semua peserta ujian berpencar mencari ruangannya masing-masing. Jantungku berdetak semakin kencang karena beberapa detik lagi ujian akhir akan segera dimulai. Setelah mondar-mandir kesana kemari mencari ruanganku, akhirnya aku sampai diruang 7.
“Hai Var” aku menengok kanan-kiri ternyata Putri dan Dian yang memanggilku. Akupun segera menghampiri mereka,. hatiku sedikit lega karena Putri dan Dian teman sebangkuku berada di ruang yang sama denganku.
“Assalamualaikum” dua orang pengawas memasuki ruangan kami. “Waalaikum salam” jawab semua peserta ujian yang berada di ruang tujuh. Soal matematika mulai dibagikan. “Bismillah” aku mulai mengerjakan soal matematika yang berisi tiga puluh nomor itu.
Akhirnya satu soal selesai, aku Putri dan Dian pulang bersama, tapi cuaca hari ini sangat panas jadi, kami mampir membeli es terlebih dahulu sambil berbincang-bincang tentang soal matematika tadi. Tiba-tiba
“Nava….Nava” suara seorang anak laki-laki yang sepertinya tak pernah kukenal sedang memanggilku. Aku bingung karena sepertinya aku tak pernah berteman dengan anak laki-laki, Putri dan Dian meledekku terus menerus
“Hayo…siapa itu yang memanggilmu Nava, kok kita nggak pernah dikenalin?”
“Aku sendiri juga tak tahu siapa dia”
putri dan Dian kaget karena mereka tahu bahwa aku tak pernah punya teman laki-laki. Didikan keluargaku yang keras dan pesan dari ayah ibuku untuk berkonsentrasi terlebih dahulu dalam belajar membuatku merasa malu dan takut bila bertemu dengan anak laki-laki yang tak ku kenal.
Aku sendiri sadar bahwa yang dikatakan kedua orang tuaku itu memang benar dan semuanya demi kebaikanku dimasa depan.
Keberhasilan dan kesuksesan tidak akan datang dengan sendirinya tanpa disertai dengan usaha dan kerja keras, semua buktinya sudah kulihat sendiri seperti kedua kakak perempuanku yang langsung mendapat pekerjaan sebagai pegawai negeri setelah lulus dari perguruan tinggi di Jakarta . Mereka dapat berhasil karena mereka rajin sekali belajar sehingga mereka mendapat nilai yang terbaik di Fakultas mereka. hal ini seperti kata pepatah “Berakit-rakit ke hulu berenang-renang ketepian”.
Sambil menghela nafas akupun menengok kearah suara itu berasal. Seorang anak berlesung pipi itu tersenyum padaku sambil menyapaku.
“Hai Nava bagaimana soalnya tadi?” ia menyapaku seolah-olah telah lama kenal denganku. Aku bingung harus menjawab apa, aku malu karena sebelumnya aku tak pernah berbicara dengan anak laki-laki yang belum kukenal. Aku kembali menundukkan wajahku, keringatku mengalir seakan matahari tepat berada di atas kepalaku, jantungkupun berdegup dengan sangat kencang.
“Hai Va , kok kamu nggak jawab, pasti kamu bingung, karena kamu belum kenal sama aku. Aku Dimas anak kelas 3 IPA” suara itu kembali menyapaku.
“O, jadi kamu anak kelas tiga juga” suaraku sedikit bergetar menyembunyikan ketakutanku..
Aku, Putri dan Dian pun berkenalan dengannya, kami berempat ngobrol bersama. Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 11.00 aku dan teman-teman memutuskan untuk pulang. Di jalan Putri dan Diana terus saja meledekku “Duh, yang baru saja berkenalan dengan cowok” ucap mereka sambil tersenyum. Aku hanya diam saja mendengar ledekan mereka, sementara itu aku ingat pesan orang tuaku agar aku berkonsentrasi dalam belajar karena belajar adalah kebutuhan kita sendiri, jika kita sukses kita juga yang akan menuai hasilnya.
Belajar, belajar dan belajar itulah tugas yang harus aku lakukan saat ini. harapan kedua orang tua harus bisa terwujud, merekalah yang telah membesarkanku, menyekolahkanku, karena sebagai seorang anak kita harus bisa membalas pengorbanan mereka.
Tak terasa ini sudah hari kamis hari ini Ujian Akhir Nasional (UAN) selesai, sedikit lega rasanya telah melewati hari-hari yang melelahkan karena harus menghafalkan rumus matematika yang banyak sekali macamnya, bagaimana cara mengerjakannya, belum lagi Bahasa Inggris yang harus memiliki perbendaharaan kata yang banyak karena bila kita tidak mengerti artinya otomatis kita tidak akan bisa mengerjakan soal tersebut. Semua itu harus ku pelajari sampai tengah malam selama tiga hari, sekarang tinggal menunggu pengumuman kelulusan yang akan diumumkan sebentar lagi.
Seperti biasa aku Putri dan Dian pulang bersama-sama dan sebelumnya membeli es cendol kesukaan kami bertiga. Ternyata disana juga ada Dimas yang sejak tadi telah tersenyum pada kami sambil melambaikan tangannya kearah kami. Rasa takut kembali menyelimuti hatiku, Putri dan Dian kembali meledekku
“Siapa tuh yang sudah menunggu?” rasanya aku ingin kabur saja. tapi, Putri dan Dian menarik tanganku dan memaksaku untuk menghampirinya.
“Hai Nava, mau beli es juga ya?” aku hanya bisa mengangguk sambil menundukkan kepala.
“Apa rencana kalian setelah ujian ini?”
“Mungkin aku hanya dirumah, karena pasti ayah tak akan mengijinkanku pergi untuk sesuatu yang tak ada hubungannya dengan sekolah”
“Kenapa nggak pergi liburan bareng kita saja?” sahut Angga, keponakan ibuku yang ternyata juga teman sekelasnya Dimas.
“Hai Ga ”
“O, jadi kalian sudah saling kenal”. Aku diam dalam ketakutan, aku khawatir Angga akan mengadukan kejadian ini pada orang tuaku bahwa aku mempunyai teman laki-laki dan ngobrol dengan Dimas.
:Nava, bisakah aku berbicara denganmu sebentar?”, Dimas menghampiriku, sepertinya dia ingin mengatakan sesuatu padaku.
“Nava, aku ingin mengatakan sesuatu padamu” aku semakin penasaran, apa yang sebenarnya ingin dia katakan, karena sepertinya ada sesuatu yang serius. Tiba-tiba
“I LOVE YOU, Nava” suara itu terdengar bagaikan petir yang menyambar. Aku tak tahu lagi harus bicara apa, tubuhku dingin, keringatku mengalir deras.
“Aku tahu Nava, kamu pasti bingung, tapi asal kamu tahu aku sudah menyukaimu sejak lama, kau boleh menganggap ku temanmu, kakakmu atau apapun terserah kamu, tapi yang pasti aku tidak bisa menganggap kamu sebagai teman”
“Apa maksudmu Dim?” tanyaku, walaupun sebenarnya aku tahu apa maksud dari apa yang dia katakan. Aku tidak ingin mengecewakan siapapun, tidak Dimas tidak juga orang tuaku. Tapi aku juga tidak bisa membohongi perasaanku sendiri. Sejak perkenalanku dengan Dimas tempo hari tidak tahu kenapa, kadang-kadang dalam menjalankan aktivitas keseharianku sosok Dimas tiba-tiba muncul dalam pikiranku, aku sendiri bingung sebenarnya apa yang telah terjadi padaku?, mungkinkah perasaan itu telah tumbuh dalam hatiku?.
Tapi, selain itu aku juga harus mewujudkan cita-cita dan harapan dari kedua orang tuaku agar aku fokus dalam belajar, tidak berpacaran agar aku mendapatkan nilai yang baik dalam ujian akhir, sehingga nantinya aku dapat meneruskan keperguruan tinggi dan bisa diterima di Universitas manapun juga agar aku bisa berhasil dan sukses seperti kedua kakakku.
Aku ingin seklali mewujudkan harapan mereka, karena hanya itulah yang bisa kuberikan kepada mereka, menyenangkan mereka sebagai balasan atas jasa-jasa kedua orang tuaku yang telah merawat dan membesarkanku sejak kecil.
“Aku mengerti posisimu, tapi semuanya terserah kamu” suara itu membuatku tersadar dari alam lamunku.
“Maafkan aku Dimas, bukan maksudku menolakmu atau menyinggung perasaanmu. Aku hanya ingin mewujudkan cita-citaku sebagai seorang arsitek yang berhasil, semua ada waktunya masing-masing. Sekarang aku ingin berkonsentrasi dulu untuk belajar. Masalah cinta adalah urusan belakangan, setelah semua yang kucita-citakan telah berhasil”.
“Aku mengerti, jika itu yang kau inginkan Nava, aku hormati keputusanmu”.
“Terimakasih Dim, atas pengertianmu”
“Tapi, aku ingin kau tahu, aku akan selalu menunggumu Nava”.
“Hai Dimas, belum selesai juga ngobrolnya?” suara angga membuat kami kaget, kulihat jam yang ada ditangan kiriku ternyata sudah pukul 11.30, tak terasa kami ngobrol cukup lama, hampir satu setengah jam kami ngobrol.
“Sampai jumpa Nava” Dimas pamit
“O, ya” sahutku pelan
“Assalamualaikum”
“Waalaikum salam, bagaimana ujianmu tadi Va?” ternyata ayahku yang menjawab salamku”.
“Biasa-biasa saja” jawabku santai.
Aku kembali teringat dengan kata-kata Dimas tadi, tidak tahu kenapa aku selalu terbayang kejadian tadi siang.
“Hayo kak, lagi ngapain? Ngelamun apa sih kak?”
“Apaan sih dek, jangan ganggu kakak Van”.
Ivan memang selalu jahil dan nggak bisa diam, selalu ada saja yang dia lakukan, tapi dia adalah adik satu-satunya dan anak laki-laki satu-satunya yang dimiliki oleh orang tuaku. Sifat jahilnya membuat keluarga kami selalu rame, tubuhnya yang gemuk membuatku gemes.
“Setelah lulus kamu mau melanjutkan kemana Va?” ayah kembali bertanya kepadaku.
“Aku masih bingung milih Universitas mana, tapi aku ingin melanjutkan ke UI mengambil jurusan teknik arsitek”.
“Jika kamu sudah punya niat untuk melanjutkan ke perguruan tinggi, maka kamu harus benar-benar rajin belajar dan sungguh-sungguh menekuninya. Jangan setengah-setengah jika kamu benar-benar ingin menjadi orang yang berhasil”.
Perkataan ayah membuatku sadar bahwa belajar lebih penting jika dibandingkan urusan cinta. Tapi perkataan Dimas juga selalu terngiang dalam benakku.
Hari ini adalah pengumuman kelulusan. Dari rumah aku sudah mulai deg-degan bagaimana hasilnya nanti, rasa penasaranku semakin kuat ketika aku sampai di sekolah. Dari kejauhan Putri dan Dian terlihat tersenyum sambil melambaikan tangannya dan memanggilku.
“Nava…Nava….” Segera aku berlari menghampiri mereka. ternyata pengumuman kelulusan sudah dipasang di papan pengumuman sekolah. Kutarik nafas dalam-dalam, kulihat kertas pengumuman itu dan kucari namaku.
“Alhamdulillah” syukurku kepada Allah karena aku lulus Ujian Akhir. Putri dan Dian juga lulus, kami bertiga saling berjabat tangan dan saling mengucapkan selamat.
Alhamdulillah, semua ana-anak kelas tiga lulus dan tidak ada yang harus mengulang. Baju yang dulunya putih kini telah penuh dengan berbagai tanda tangan sebagai kenang-kenangan dari teman-teman. Sekolah kini nampak rame. Tapi sayang, setelah lulus kita semua akan berpisah karena diantara mereka ada yang melanjutkan sekolah, ada juga yang langsung kerja.
“Nava” tiba-tiba suara itu sampai di telingaku. Kucari dari mana suara itu berasal, ternyata Dimas sudah ada dibelakangku.
“Gimana hasilnya Nava?”
“Lulus” jawabku singkat.
“Apa rencanamu setelah lulus ini?, mau meneruskan kemana?”
“InsyaAllah, aku ingin melanjutkan ke UI”
“Semoga diterima dan semoga apa yang kamu cita-citakan tercapai”
“Amin, terimakasih. Kamu sendiri apa rencanamu setelah ini?”
“Mungkin aku akan melanjutkan ke ITB”
“O ya, semoga sukses ya…” kucoba bersikap biasa saja, tapi rasa deg-degan ini selalu muncul saat dia sedang mengajakku berbicara.
“Nava….” Sebuah kado terbungkus apik dengan pita merah membalut kado tersebut, dikeluarkannya dari tas punggung berwarna hijau tua itu.
“Ini untukmu sebagai kenang-kenangan dariku”
“Maaf aku tak bisa menerimanya”
“Tak apa, terimalah Nava ku mohon, kau tak mau membuatku kecewa lagikan?”
“Terima kasih Dim, maaf aku tak bisa memberimu apa-apa Dim”
“Ya, kamu mau menerimanya saja, itu sudah cukup”
Putri dan Dian menghampiriku, “bagaimana Va, hubunganmu dengan Dimas?”
“Aku dan Dimas baik-baik saja, kami hanya berteman, karena aku tak ingin konsentrasi belajarku terganggu dan aku ingin melanjutkan belajar lagi ke perguruan tinggi. aku juga tidak mau mengecewakan kedua orang tuaku, aku ingin menggapai cita-citaku terlebih dulu”.
“Jadi itu alasan kamu menolak cintanya?”
“Kalian tahu sendirikan bagaimana ayahku, pendidikan menurutnya sangatlah penting, dan urusan cinta itu setelah semuanya sukses, karena itulah aku tidak mau menghancurkan kepercayaan mereka. itu pulalah yang diterapkan pada kedua kakakku dan telah kulihat sendiri mereka sukses. Ngomong-ngomong kalian mau melanjutkan kemana?”
“Ke UNDAP alias Universitas Dapur” tutur Putri, aku tahu dia sudah dijodohkan oleh orang tuanya dengan seorang pemuda yang telah dipilihkan untuknya, padahal dia sudah memiliki pilihan sendiri. Namanya Putra, dia adalah kakak kelas kami, tapi sebenarnya Putri sangat ingin meneruskan sekolah ke perguruan tinggi. semoga saja orang tua Putri sadar bahwa pendidikan sangatlah penting.
“Orang tuaku menginginkanku agar aku melanjutkan ke UI Fakultas Kedokteran” tutur Dian yang sejak dulu memang sudah bercita-cita menjadi seorang dokter.
“Jadi kamu mau melanjutkan ke UI juga Dian?, kita bisa sering ketemu dong”.
Aku pulang dengan hati senang.
“Nava bagaimana hasil pengumumannya?” tanya ayah yang sudah sejak tadi menungguku untuk mengetahui lulus atau tidak.
“Alhamdulillah, luluh yah”
Syukurlah kalau begitu, tapi ingat jika kamu ingin melanjutkan keperguruan tinggi jangan pacaran karena itu akan mengganggu konsentrasi belajarmu”
“InsyaAllah yah. ….The End ….
D. KESIMPULAN
Dari pembahasan dan contoh diatas pemakalah dapat menyimpulkan bahwa : dalam pembuatan, penulisan serta praktek dalam pembacaan puisi sangatlah penting dengan adanya penghayatan dan adanya keseriusan yang mendalam sehingga dengan adanya hal tersebut pembaca dapat benar-benar menghayati dan mengetahui apa isi dan maksud isi dari novelitu sendiri. Disisi lain juga perlu adanya memperhatikan beberapa hal dalam penulisan serta pengucapan dalam novel, yang salah satunya harus sesuai dengan kaidah yang benar menurut bahasa Indonesia .
E. PENUTUP
Dari apa yang telah pemakalah ungkapkan diatas, tak lepas dari kesalahan dan kekurangan sehingga memang membuat kurangnya kepuasan pembaca dalam membaca makalah kami. Begitupun juga pemakalah sadar adanya manusia biasa yang tidakakan luput dari kesalahan dan kekurangan, namun tidak selamanya hal itu yang menjadi acuan kami dalam membuat makalah, justru hal itulah yang menjadi penyemangat pemakalah supaya dalam membuat makalah yang selanjutnya dapat lebih berhati-hati dan teliti baik dari segai hal apuapun. Mungkin hanya itulah yang dapat pemakalah ungkapkan karena pemakalah hanya manusia biasa mohon maaf yang sebesar-besarnya atas semua kekurangan dan terima kasih atas perhatiannya.
DAFTAR PUSTAKA
Keraf, Gorys. Tatabahasa Indonesia , Ende: Nusa Indah, 1977.
Muljana, Slamet, Dr. Kaidah Bahasa Indonesi, Ende: Nusa Indah, 1969.
Johnson, S. Modern Tehnical Writing, Prentice Hall., 1975
0 komentar:
Posting Komentar