web 2.0
"INFORRMATIKA SERVICE CENTER" Pusat Informasi & Konsultasi (Melayani Service Komputer, Kursus Teknisi Komputer, Privat/group; 085 742 264 622

Rabu, 15 September 2010

PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA KEMERDEKAAN

A.    PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan salah satu faktor yang paling mendasar dalam kehidupan kita karena pendidikan adalah suatu upaya yang dilakukan secara sadar dan terencana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertangung jawab.


Oleh karena itu, keberhasilan dalam memajukan pendidikan di negeri ini terdapat  beberapa faktor yang tidak dapat dipisahkan dan kesemuanya saling berkait. Kestabilan ekonomi negara _meliputi politik dan ekonomi_ turut andil dalam memberikan kontribusi terhadap perkembangan Islam itu sendiri. Pendidikan  Islam dari masa ke masa
B.     LATAR BELAKANG
Dari latar belakag diatas pemakalah dapat menarik permasalahan sebagai berikut:
1.      Bagaimana pendidikan islam pada masa kemerdekaan ?
2.      Bagaimana pendidikan islam pada masa orde baru ?

C.    PEMBAHASAN
1. Pendidikan Islam Pada Masa Kemerdekaan
Setelah merdeka, pendidikan islam mendapat kedudukan yang sangat penting dalam sistem pendidikan nasional. Di Sumatra, Mahmud Yunus sebagai pemeriksa agama pada kantor pengajaran mengusulkan kepada kepala pengajaran agar pendidikan agama disekolah-sekolah pemerintah ditetapkan dengan resmi dan guru-gurunya digaji seperti guru umum dan usul pun diterima[1]. Selain itu pendidikan agama disekolah juga mendapat tempat yang teratur, seksama, dan penuh perhatian. Untuk itu dibentuk Departemen Agama pada tanggal 13 Desember 1946 yang bertugas mengurusi penyelenggaraan pendidikan agama disekolah umum dan madrasah serta pesantren-pesantren.
Pendidikan islam setahap demi setahap diajukan. Istilah pesantren yang dulu hanya mengajar agama di surau dan menolak modernitas pada zaman kolonial, sudah mulai ikut mendirikan madrasah dan sekolah umum, sehingga pemuda islam diberi banyak pilihan. Upaya ini merupakan usaha untuk menata diri ditengah-tengah realitas sosial modern dan kompleks. Pesantren juga telah lebih berkembang dengan berdirinya perguruan tinggi islam.
Sekolah agama, termasuk madrasah, ditetapkan sebagai model dan sumber pendidikan Nasional yang berdasarkan Undang-undang 1945. ekstensi pendidikan agama sebagai komponen pendidikan nasional dituangkan dalam Undang-undang pokok pendidikan dan Pengajaran Nomor 4 Tahun 1950, bahwa belajar disekolah-sekolah agama yang telah mendapat pengakuan dari Menteri Agama dianggap telah memenuhi kewajiban belajar[2].
Pada tahun 1958 pemerintah terdorong untuk mendirikan Madrasah Negeri dengan ketentuan kurikulum 30 % pelajaran agama dan 70 % pelajaran umum. Sistem penyelenggaraannya sama dengan sekolah-sekolah umum dengan perjenjangan sebagai berikut :
1.      Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) setingkat SD lama belajar enam tahun.
2.      Nadrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) setingkat SMP lama belajar tiga tahun.
3.      Madrasah Aliyah Negeri (MAN) setingkat SMA lama belajar tiga tahun.[3]
Pada masa awal kemerdekaan, pemerintah pemerintah dan bangs Indonesia mewarisi sistem pendidikan dan pengajaran yang dualisti, yaitu 1) sistem pendidikan dan pengajaran pada sekolah-sekolah umum yang sekuler, tak mengenal ajaran agama, yang merupakan warisan dari pemerintah belanda. 2) Sistem pendidikan dan pengajaran islam yang tumbuh dan berkembang di kalangan masyarakat sendiri, baik yang bercorak isolatif-tradisional maupun yang bercorak sintesis dengan berbagai variasi pola pendidikannya sebagaimana uraian tersebut diatas.
Kedua sistem pendidikan tersebut sering dianggap saling bertentangan serta tumbuh dan berkembang secara terpisah satu sama lain. Sistem pendidikan dan pengajaran yang pertama pada mulanya hanya menjangkau dan dinikmati oleh sebagian masyarakat, terutama kalangan atas saja. Sedangkan yang kedua (sistem pendidikan dan pengajaran islam) tumbuh dan berkembang di kalangan rakyat dan berurat berakar dalam masyarakat[4]. Hal ini diakui oleh badan komite nasional Indonesia pusat (BP-KNIP) dalam usul rekomendasinya yang disampaikan kepada pemerintah, tentang pokok-pokok pendidikan dan pengajaran baru, pada tanggal 29 Desember 1945[5].
Merdekanya bangsa Indonesia diharapkan bisa menggali segala potensi yang ada, sehingga dapat digunakan dan dikembangkan untuk tercapainya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Harapan ini walaupun sudah lama dicanangkan, namun belum juga terwujud sampai sekarang.
Keadaan lebih parah lagi dengan timbulnya gejala-gejala salah urus (mis management)[6] akibatnya pada bidang pendidikan fasilitasnya tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan. Lagi pula politik dan usaha-usaha pendidikan tidak berhasil menjadikan sektor pendidikan sebagai faktor penunjang bagi suatu pendidikan. Perkembangan selanjutnya pendidikan hanya mengakibatkan benih-benih pengangguran. Lahirnya Orde Baru (ORBA) memungkinkan pendobrakan salah urus itu dalam segala bidang juga dalam pendidikan
perkembangan masyarakat dunia pada umumnya dan masyarakat pada khususnya sudah memasuki masyarakat informasi yang merupakan kelanjutan dari masyarakat modern dengan ciri-cirinya yang bersifat rasional,berorientasi kemasa depan, terbuka, menghargai waktu, kreatif, mandiri dan inovatif.
Sedangkan masyarakat informasi di tinjau oleh penguasaan terhadap teknologi informasi, mampu bersaing, serba ingin tahu, imajinatif, mampu mengubah tantangan manjadi peluang dan menguasai berbagai metode dalam memecahkan masalah.
Pada masyarakat informasi peranan media elektronika sangat memegang peranan penting dan bahkan menentukan corak kehidupan. Penggunaan teknologi elekronika seperti computer, faximile, internet, dan lain-lain telah mengubah lingkungan informasi dari lingkungan yang bercorak local dan nasional kepada lingkungan yang bersifat internasional, mendunia dan global. Pada era informasi lewat komunikasi satelit dan computer orang tidak hanya memasuki lingkunagan informasi dunia, tetapi juga sanggup megelolahnya dan mengemukakannya secara lisan, tulisan dan visual. Peranan media elektronika yang demikian besar akan menggeser agen-agen sosialisasi manusia yang berlangsung secara tradisional seperti yang dilakukan oleh orang tua, guru, pemerintah, dan sebagainya. komputer dapat dijadikan teman bermain, orang tua yang akrab, guru yang memberi nasehat juga sewaktu-waktu dapat memberikan jawaban sesegara mungkin atas petanyaan eksistensisal yang mendasar[7].
Kemajuan dalam bidang informasi tersebut pada akhirnya akan berpengaruh pada kejiwaan dan keperibadian masyarakat. Pada era informasi yang sanggup bertahan hanyalah mereka yang berorintasi ke masa depan, yang mampu mengubah pengetahuan menjadi kebijakan dan mereka yang memiliki ciri-ciri sebagaimana yang dimiliki masyarakat modern tersebut diatas. Dari keadaan ini, keberadaan masyarakat suatu bangsa dengan bangsa lain menjadi satu baik dalam bidang sosial, budaya, ekonomi dan lain sebagainya.
Itulah gambaran masa depan yang akan terjadi, dan umat manuisia pasti menghadapinya. Masa depan itu selanjutnya akan mpengaruhi dunia pendidikan baik dalam dunia kelembagaan materi pendidikan guru metode sarana prasarana dan lain sebagainya. hal ini pada gunanya menjadi tantangan yang harus dijawab oleh dunia pendidikan.
Memasuki abad 21 atau melenium ketiga ini dunia pendidikan dihadapkan kepada berbagai masalah yang sangat urgen yang apabila tidak diatasi secara tepat, tidak mutahil dunia pendidikan akan ditinggal oleh zaman. Kesadaran akan tampilnya dunia pendidikan dalam memecahkan dan merespon berbagai tantangan baru yang timbul pada setiap zaman adalah suatu hal yang logis bahkan suatu keharusan. Hal demikian dapat dimengerti mengingat dunia pendidikan merupakan salah satu pranata yang terlibat langsung dalam mempersiapkan masa depan umat manuisia. Kegagalan dunia pendidikan dalam menyipakan masa depan umat manusia adalah merupakan kegagalan bagi kelangsungan kehidupan bangsa.

2. Pendidikan Pada Masa Orde Baru
Pemerintahan memandang bahwa agama mempunyai kedudukan dan peranan sangat penting dan strategis. Peran utama agama sebagai landasan spiritual, moral dan etika dalam pembangunan nasional, agama juga berpengaruh untuk membersihkan jiwa manusia dan kemakmuran rakyat,[8] Agama sebagai sistem nilai seharusnya dipahami dan diamalkan oleh setiap individu, warga dan masyarakat hingga akhirnya dapat menjiwai kehidupan bangsa dan negara.
Kalau dirunut kebelakang, memang sejak tahun 1966 terjadi perubahan besar pada bangsa Indonesia, baik itu menyangkut kehidupan sosial agama maupun politik. Pada Orde Baru tekad yang diemban, yaitu kembali pada UUD 1945 dan melaksanakannya secara murni dan konskuen, sehingga pendidikan agama memperoleh tempat yang kuat dalam struktur pemerintahan.
Walaupun pendidikan agama mendapat porsi yang bagus sejak proklamasi kemerdekaan sampai Orde Baru berakar, namun itu semua hanya bahasa kiasan belaka. Menurut Abdurrahman Mas'ud , PhD. undang-undang pendidikan dari zaman dahulu sampai sekarang masih terdapat dikotomi pendidikan. Kalau dicermati bahwa undang-undang pendidikan nasional masih membeda-bedakan antara pendidikan umum dan agama, padahal perkawinan, ilmu agama dan umum justru akan menciptakan kebersamaan dan mampu menciptakan kehidupan yang harmonis serasi dan seimbang.
Prof. Ludjito menyebutkan permasalahan yang terjadi dalam Pendidikan Agama Islam walaupun dari sistem pendidikan nasional cukup kuat, namun dalam pelaksanaannya masih jauh dari yang diharapkan. Hal ini karena dipengaruhi beberapa faktor, yaitu :
-   Kurangnya jumlah pelajaran agama di sekolah
-   Metodologi pendidikan agama kurang tepat. Lebih menitikberatkan pada aspek kognitif daripada aspek afektif
-   Adanya dikotomi pendidikan, meterogenitas pengetahuan dan penghayatan peserta didik
-   Perhatian dan kepedulian pemimpin sekolah dan guru terhadap pendidikan agama kurang
-   Kemampuan guru agama untuk menghubungkan dengan kehidupan kurang
-   Kurangnya penanaman nilai-nilai, tata krama dalam Pendidikan Agama Islam
Seandainya dari enam aspek tersebut bisa ditangani, maka pendidikan agama akan lebih diperhatikan masyarakat.
1.      Pendidikan Agama dan Sistem Pendidikan Nasional
Melalui perjalanan panjang proses penyusunan sejak tahun 1945-1989 UU nomor 2 tahun 1989, sebagai usaha untuk mengintegrasikan pendidikan Islam dan umum. Untuk mengembangkan pendidikan Islam haruslah mempunyai lembaga-lembaga pendidikan, sehingga menjadi "lahan subur" tempat persemaian generasi baru. Artinya pendidikan Islam harus mampu :
-          Membedakan akar peserta didik dari semua kekangan dan belenggu
-          Membangkitkan indra dan perasaan anak didik sebagai sarana berfikir
-          Membekali ilmu pengetahuan
Di samping hal itu peluang untuk berkembangnya pendidikan Islam secara integrasi dalam Sistem Pendidikan Nasional bisa dilihat dalam beberapa pasal.
a.   Pasal 1 ayat 2, pendidikan nasional adalah pendidikan yang terakhir pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
b. Pasal 4, tentang tujuan pendidikan nasional, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang bertakwa dan ketrampilan, kesehatan jasmani dan rohani, pribadi yang mantap dan mandiri.
c.   Pasal 10, pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan keyakinan agama, nilai budaya, moral dan ketrampilan.
d.   Pasal 11 ayat 1, jenis pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan umum, pendidikan kejuruan, keagamaan, kedinasan, akademik dan profesional.
e.   Pasal 39 ayat 2, isi kurikulum setiap jenis dan jalur, serta jenjang pendidikan wajib memuat pendidikan Pancasila, agama dan kewarganegaraan.
f.    Pasal 47, ciri khas suatu pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat tetap diindahkan.

2.      Pengintegrasian Pelajaran Agama dan Pelajaran Umum
Integrasi merupakan pembauran sesuatu sehingga menjadi kesatuan, sedangkan integrasi pendidikan adalah proses penyesuaian antara unsur-unsur yang berbeda sehingga mencapai suatu keserasian fungsi dalam pendidikan dan integritas pendidikan memerlukan integritas kurikulum atau secara khusus memerlukan integritas pelajaran. Karena sasaran akhir dari pendidikan (agama) adalah untuk meciptakan manusia yang bisa mengintegrasikan diri, mampu menggunakan imannya dalam menjawab tantangan hidup dan mampu memanusiakan sesamanya dengan berbagai kehidupan yang sejahtera yang dikaruniakan Allah pada manusia.  Dengan kata lain, pendidikan dimaksudkan untuk memajukan manusia dalam mengambil bagian secara aktif, kreatif dan kritis.
Untuk melaksanakan suatu yang lebih baik dari masa lalu, pelajaran agama dan mata pelajaran umum ditentukan guru yang memilki integritas keilmuan yang memadai dalam pendidikan. Sehingga bisa menemukan cara untuk dapat menghubungkan bagian-bagian dari suatu bidang dari suatu bidang studi, satu pelajaran dengan mata pelajaran yang lain.

D.    KESIMPULAN
Dari pemaparan makalah ini tentang pendidikan islam di Indonesia pada masa kemerdekaan dan masa orde baru hingga menuju pada masa abad 21 maka dapat disimpulkan bahwa, pendidikan Islam pada masa kemerdekaan dan Orde Beru, masa itu banyak jalan yang ditempuh untuk menyetarakan antara pendidikan agama dan pendidikan umum. Hal ini bisa dilihat dari SKB 2 Menteri tentang sekolah umum dan agama. Dengan adanya SKB tersebut, maka anak-anak yang sekolah agama bisa melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi. Kemudian untuk mengikis dualisme pendidikan bisa dilakukan dengan cara pengintegrasian antara pelajaran umum dan agama, walaupun dualisme itu masalah klasik yang tidak mudah untuk dihapus. Namun dengan adanya UU tentang pendidikan nomor 2 bisa diharapkan mempertipis dikotomi pendidikan.
Pendidikan yang islami adalah pendidikan yang mendasarkan konsepsinya pada ajaran tauhid. Dengan dasar ini maka orientasi pendidikan islam di arahkan pada upaya mensucikan diri dan memberikan penerangan jiwa, sehingga setiap diri manusia mampu meningkatkan dirinya dari tingkatan iman ke tingkat ihsan yang melandasi seluruh bentuk kerja kemanusiannya ( amal saleh).
Dengan demikian pendidikan yang islami tidak lain adalah upaya mengefektifkan aplikasi nilai-nilai agama yang dapat menimbulkan transformasi nilai dan pengetahuan secara utuh kepada manusia, masyarakat dan dunia pada umumnya. Dengan cara demikian maka seluruh aspek kehidupan manusia akan mendapatkan sentuhan nilai- nilai ilahiyah yang transcendental.
Pendidikan yang islami sebagaimana di uraikan diatas akan tetap di perlukan untuk mengatasi berbagai masalah kemanusian yang di hadapi pada masyarakat moderen saat ini dan dimasa mendatang.




DAFTAR PUSTAKA

Abudin Nata, Manajemen Pendidikan, Jakarta: Kencana, 2003

DJumhur, Sejarah Pendidikan, Ilmu, Bandung, 1959

H. Yunus, Mahmud Prof. DR., Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1995

Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: 1995.

Musyrifah, Sunanto, Prof. Dr., Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada. 2005.

Purbakawaca, Sugarda, Pendidikan dalam Alam Indonesia Merdeka, Jakarta: Gunung Agung, 1970.

Muhaimin, Dr., M.A., Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Surabaya: Pustaka Pelajar, 2003.



[1] Muhammad Yunus, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, Jakarta : Hidakarya, 1985. 125.
[2] Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: 1995, 236.
[3] Prof. Dr. Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada. 2005.128-129.
[4] Sugarda Purbakawaca, Pendidikan dalam Alam Indonesia Merdeka, Jakarta: Gunung Agung, 1970. 39.
[5] Dr. Muhaimin, M.A., Wacana Pengembangan Pendidikan Islam, Surabaya: Pustaka Pelajar, 2003. 82.
[6] DJumhur, Sejarah Pendidikan, Ilmu, Bandung, 1959. 230
[7] Abudin Nata, Manajemen Pendidikan, Jakarta: Kencana, 2003, 77
[8] Prof. DR. H. Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1995,  133.

0 komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan Komentar

free counters

¾