web 2.0
"INFORRMATIKA SERVICE CENTER" Pusat Informasi & Konsultasi (Melayani Service Komputer, Kursus Teknisi Komputer, Privat/group; 085 742 264 622

Selasa, 16 Agustus 2011

Kecerdasan Emosi – Emotional Quotient

 
Bila kita mengamati dalam kehidupan sehari-hari, seberapa seringkah Anda mendapati kenyataan bahwa orang-orang yang secara prestasi akademik tidak terlalu menonjol tetapi kehidupan mereka sukses lahir batin di masa-masa berikutnya? Dan pernahkah Anda mendapati realita bagaimana teman atau sahabat Anda yang dulunya juara kelas, dengan prestasi akademik yang dapat dibanggakan, saat ini kehidupannya biasa-biasa saja, seakan tidak selaras dengan capaian prestasi akademiknya kala itu? Apakah kecerdasan intelektual saja sudah cukup untuk menyikapi betapa tidak sederhananya kehidupan ini? Bila kita menganggap kecerdasan intelektual sudah cukup untuk bekal kita menjalani hidup, mungkin tulisan singkat berikut bisa disimak dan menjadi inspirasi bagi kita semua.

Banyak contoh di sekitar kita membuktikan bagaimana gelar tinggi belum tentu berbanding lurus/sukses berkiprah di dunia pekerjaan. Seringkali mereka yang berpendidikan formal lebih rendah, lebih berhasil di dunia pekerjaan. Mengapa? Perbedaannya terletak pada kecerdasan emosi (emotional quotient) yang mereka miliki.


Sebuah survey nasional di AS terkait kecerdasan emosi dan dunia kerja menelurkan hasil sebagai berikut: “Dalam dunia kerja, keterampilan teknik tidak seberapa penting bila dibandingkan dengan keterampilan dasar untuk beradaptasi (belajar) dalam pekerjaan: kemampuan mendengar dan berkomunikasi secara lisan, adaptasi, kreativitas, ketahanan mental terhadap kegagalan, kepercayaan diri, motivasi, kerjasama tim serta keinginan memberi kontribusi terhadap perusahaan”.


Kemampuan akademik, nilai rapor, predikat kelulusan pendidikan tinggi tidak bisa menjadi satu-satunya landasan dan tolak ukur kualitas kinerja seseorang dalam pekerjaannya atau seberapa tinggi sukses yang mampu dicapai. Makalah McCleland tahun 1973 berjudul Testing for Competence Rather than Intelligence, “Seperangkat kecakapan khusus seperti empati, disiplin diri dan inisiatif, akan membedakan antara mereka yang sukses sebagai bintang kinerja dengan mereka yang hanya sebatas bertahan di lapangan pekerjaannya”.


Lalu, apa intinya? Bahwa, inti kemampuan pribadi dan sosial yang merupakan kunci utama keberhasilan seseorang sesungguhnya adalah kecerdasan emosi.


Kecerdasan emosi (emotional quotient / EQ) adalah kemampuan untuk merasa. Kunci kecerdasan emosi adalah kejujuran Anda kepada suara hati Anda. Tiga pertanyaan yang selanjutnya kita tanyakan kepada diri kita adalah: Apakah Anda jujur pada diri sendiri? Seberapa halus, dan cermat Anda merasakan perasaan terdalam pada diri Anda? Seberapa sering Anda peduli atau tidak mempedulikannya, saat ia menyeruak keluar dari batin terdalam diri Anda?


Suara hati itulah yang niscayanya menjadi pusat prinsip yang mampu memberi rasa aman, pedoman, kekuatan serta kebijaksanaan.


Covey berpendapat, “Disinilah Anda berurusan dengan visi dan nilai Anda. Disinilah Anda gunakan anugerah Anda –kesadaran diri (self awareness)—untuk memeriksa peta diri Anda, dan jika Anda menghargai prinsip yang benar, maka paradigma Anda sesungguhnya berdasarkan pada prinsip dan kenyataan di mana suara hati berperan sebagai kompasnya”.


Namun demikian, seringkali suara hati ini terbenam jauh di dalam diri kita. Suara hati tidak muncul, karena berbagai sebab, berbagai hal dan berbagai kondisi. Apakah yang menyebabkan itu semua. Pada kesempatan lain, akan dibahas mengenai apa saja belenggu-belenggu yang meredam hadirnya suara hati dalam kehidupan kita.


Note: dikutip dari buku Ary Ginanjar Agustian berjudul Emotional Spiritual Quotient.

0 komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan Komentar

free counters

¾